Senin, 28 Februari 2011

 BOROBUDUR

Borobudur, or Barabudur, is a 9th-century Mahayana Buddhist monument near Magelang, Central Java, Indonesia. The monument comprises six square platforms topped by three circular platforms, and is decorated with 2,672 relief panels and 504 Buddha statues.[1] A main dome, located at the center of the top platform, is surrounded by 72 Buddha statues seated inside perforated stupa.
The monument is both a shrine to the Lord Buddha and a place for Buddhist pilgrimage. The journey for pilgrims begins at the base of the monument and follows a path circumambulating the monument while ascending to the top through the three levels of Buddhist cosmology, namely Kāmadhātu (the world of desire), Rupadhatu (the world of forms) and Arupadhatu (the world of formlessness). During the journey the monument guides the pilgrims through a system of stairways and corridors with 1,460 narrative relief panels on the wall and the balustrades.
Evidence suggests Borobudur was abandoned following the 14th-century decline of Buddhist and Hindu kingdoms in Java, and the Javanese conversion to Islam.[2] Worldwide knowledge of its existence was sparked in 1814 by Sir Thomas Stamford Raffles, then the British ruler of Java, who was advised of its location by native Indonesians. Borobudur has since been preserved through several restorations. The largest restoration project was undertaken between 1975 and 1982 by the Indonesian government and UNESCO, following which the monument was listed as a UNESCO World Heritage Site.[3] Borobudur is still used for pilgrimage; once a year Buddhists in Indonesia celebrate Vesak at the monument, and Borobudur is Indonesia's single most visited tourist attraction.

bali

bali

Bali adalah nama salah satu provinsi di Indonesia dan juga merupakan nama pulau terbesar yang menjadi bagian dari provinsi tersebut. Selain terdiri dari Pulau Bali, wilayah Provinsi Bali juga terdiri dari pulau-pulau yang lebih kecil di sekitarnya, yaitu Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa Ceningan dan Pulau Serangan.

Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Ibukota provinsinya ialah Denpasar yang terletak di bagian selatan pulau ini. Mayoritas penduduk Bali adalah pemeluk agama Hindu. Di dunia, Bali terkenal sebagai tujuan pariwisata dengan keunikan berbagai hasil seni-budayanya, khususnya bagi para wisatawan Jepang dan Australia. Bali juga dikenal dengan sebutan Pulau Dewata dan Pulau Seribu Pura.

desa kedungbanteng

DESA KEDUNGBANTENG

Desa kedungbanteng adalah desa yang cukup indah. disana ada banyak macam hal, seperti hamparan sawah yang luas, bendungan desa kedungbanteng yang indah dan banyak hal lain yang dapat dilihat disana.

KUTUB UTARA

 KUTUB UTARA
Kutub Utara adalah titik paling utara Bumi, dapat didefinisikan dalam empat cara berbeda. Namun hanya dua cara pertama yang umum digunakan. Namun begitu definisi yang paling luas adalah Kutub Utara terletak di Samudra Arktik.
  1. Kutub Utara Geografis, juga dikenal dengan Utara Sejati, adalah titik utara di mana poros rotasi Bumi bertemu permukaan.
  2. Kutub Utara Magnetik adalah titik utara di mana medan geomagnetik vertikal, yaitu dip adalah 90°.
  3. Kutub Utara Geomagnetik adalah kutub utara dari momen dipole medan geomagnetik Bumi.
  4. Kutub tidak terakses Utara adalah titik terjauh dari pesisir manapun, dan terletak di 84°03′ LU 174°51′ BB. Kutub sejenis terletak di Samudra Pasifik dan In
Air di perairan kutub utara mengalami peningkatan temperatur yang signifikan. Perubahan ini menyebabkan es di kawasan tersebut meleleh dalam jumlah besar.

Ilmuwan University of Colorado yang melakukan penelitian di Selat Fram yang terletak di antara Greenland dan kepulauan Svalbard mendeteksi kenaikan temperatur sekira 2 derajat Celsius dibandingkan 100 tahun lalu. Kenaikan itu turut mempengaruhi melelehnya es di lautan kutub utara.

Untuk mengetahui perubahan temperatur tersebut, para ilmuwan harus mengebor endapan di dasar laut. Langkah itu dilakukan karena data temperatur laut yang ada hanya tercatat hingga 150 tahun ke belakang. Sementara endapan di dasar laut menyimpan plankton sampai dengan dua ribu tahun lalu yang dapat dianalisis kandungan kimianya.

Berdasarkan spesies yang terdapat dalam endapan dan evaluasi kimia terhadap kandungan magnesium dan kalsium--mineral yang membentuk kulit atau tempurung suatu organisme yang jumlahnya sangat tergantung temperatur air--ilmuwan dapat menentukan perubahan temperatur sejak dua ribu tahun lalu sampai saat ini.

Hasil analisis menunjukkan telah terjadi peningkatan temperatur yang signifikan. Di Masa kekaisaran Romawi, sekira dua ribu tahun lalu, temperatur air lautan kutub utara rata-rata 3,4 derajat Celsius. Sementara temperatur saat ini tercatat 5,2 derajat celsius yang bisa melonjak sampai 6 derajat celsius di musim panas.
Akibatnya, ketebalan lapisan es terus berkurang. Menurut catatan pusat data salju dan es University of Colorado pada tahun 2009, permukaan es kutub utara telah menyusut hingga ke titik terendah. Selama tahun 1979 sampai tahun 2009 lapisan es yang hilang mencapai ukuran seluas Alaska.


Berkurangnya lapisan es sebelumnya selalu dikaitkan dengan menghangatnya temperatur atmosfer. "Namun ternyata air bertemperatur lebih hangat yang mengalir ke perairan kutub utara juga berkontribusi terhadap melelehnya lapisan es," kata Robert Spielhagen, paleoceanographer dari Leibniz Institute yang memimpin studi tersebut, kepada OurAmazingPlanet.

AURORA

 AURORA
An aurora (plural: auroras or aurorae) is a natural light display in the sky, particularly in the polar regions, caused by the collision of charged particles directed by the Earth's magnetic field. An aurora is usually observed at night and typically occurs in the ionosphere. It is also referred to as a polar aurora or, collectively, as polar lights. These phenomena are commonly visible between 60 and 72 degrees north and south latitudes, which place them in a ring just within the Arctic and Antarctic polar circles.[citation needed] Auroras do occur deeper inside the polar regions, but these are infrequent and often invisible to the naked eye.
In northern latitudes, the effect is known as the aurora borealis (or the northern lights), named after the Roman goddess of dawn, Aurora, and the Greek name for the north wind, Boreas, by Pierre Gassendi in 1621.[1] The chance of visibility of the aurora borealis increases with proximity to the North Magnetic Pole.[citation needed] Auroras seen near the magnetic pole may be high overhead, but from farther away, they illuminate the northern horizon as a greenish glow or sometimes a faint red, as if the Sun were rising from an unusual direction. The aurora borealis most often occurs near the equinoxes. The northern lights have had a number of names throughout history. The Cree call this phenomenon the "Dance of the Spirits". In Europe, in the Middle Ages, the auroras were commonly believed a sign from God (see Wilfried Schröder, Das Phänomen des Polarlichts, Darmstadt 1984).
Its southern counterpart, the aurora australis (or the southern lights), has similar properties, but is only visible from high southern latitudes in Antarctica, South America, or Australasia. Australis is the Latin word for "of the South".
Auroras can be spotted throughout the world and on other planets. They are most visible closer to the poles due to the longer periods of darkness and the magnetic field.
Modern style guides recommend that the names of meteorological phenomena, such as aurora borealis, be uncapitalized.[2]

Auroras result from emissions of photons in the Earth's upper atmosphere, above 80 km (50 miles), from ionized nitrogen atoms regaining an electron, and oxygen and nitrogen atoms returning from an excited state to ground state. They are ionized or excited by the collision of solar wind particles being funneled down and accelerated along the Earth's magnetic field lines; excitation energy is lost by the emission of a photon of light, or by collision with another atom or molecule:
oxygen emissions
Green or brownish-red, depending on the amount of energy absorbed.
nitrogen emissions
Blue or red. Blue if the atom regains an electron after it has been ionized. Red if returning to ground state from an excited state.
Oxygen is unusual in terms of its return to ground state: it can take three quarters of a second to emit green light and up to two minutes to emit red. Collisions with other atoms or molecules will absorb the excitation energy and prevent emission. The very top of the atmosphere is both a higher percentage of oxygen, and so thin that such collisions are rare enough to allow time for oxygen to emit red. Collisions become more frequent progressing down into the atmosphere, so that red emissions do not have time to happen, and eventually even green light emissions are prevented.
This is why there is a colour differential with altitude; at high altitude oxygen red dominates, then oxygen green and nitrogen blue/red, then finally nitrogen blue/red when collisions prevent oxygen from emitting anything. Green is the most common of all auroras. Behind it is pink, a mixture of light green and red, followed by pure red, yellow (a mixture of red and green), and lastly pure blue.

pemanasan global

pemanasan global
Pemanasan global atau Global Warming adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.
Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia"[1] melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil.[1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim,[2] serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.
Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.

ejak 150 tahun yang lepas, glasier di banjaran gunung Alps, seperti glasier Aletsch di Switzerland, telah hilang separuh jisimnya. Kredit: O. Esslinger
Kesan dari pemanasan global
Seperti yang telah ditunjukkan, pemanasan global menyebabkan glasier mencair dan tahap air laut meningkat sebanyak beberapa puluh sentimeter. Ketebalan ais di kutub juga menjadi kurang. Sejak kurun ke-21, fenomena ini meningkat semakin cepat, dimana kesannya kelihatan semakin ketara, terutamanya peningkatan tahap air laut dan perubahan cuaca secara ekstrim yang melibatkan kemarau dan kitaran presipitasi yang dahsyat.
Kesan ini dapat dirasai oleh manusia dengan kekerapan banjir, kemarau panjang, kekurangan air minuman, sebaran penyakit malaria, kekurangan zon tepi laut atau kekurangan bilangan pulau. Dalam jangkamasa yang panjang, dengan pencairan ais di Greenland yang menyebabkan tahap air laut naik sebanyak 6 meter, kita dapat meramalkan kehilangan sebahagian besar zon tepi laut dunia.
Dihadapkan dengan ancaman tersebut dan keperluan usaha untuk menangani masalah ini, komuniti antarabangsa didapati agak segan. Protokol Kyoto telah dirundingkan dalam tahun 1997 bertujuan untuk memaksa negara industri untuk mengambil langkah-langkah yang perlu untuk mengurangkan pencemaran udara yang memburukkan kesan rumah hijau. Hasil dari keputusan Russia untuk menyertai protokol ini, usaha ini ada peluang untuk membawa hasil. Tetapi, tanpa penyertaan Amerika Syarikat, yang buat masa ini merupakan pencemar udara terbesar di dunia, hasil usahan dari protokol ini agak terhad. Disebabkan perjanjian ini tidak begitu ambitious, kami percaya ia tidak begitu mampu untuk melambatkan pemanasan global dengan berkesan. Oleh yang demikian, bencana yang amat dahsyat masih mengancam.

Sabtu, 05 Februari 2011

kebudayaan dongson

Culture Đông Son is a Bronze age culture that flourished in the Song Hong Basin, Vietnam. Culture is also grown in Southeast Asia, including in the archipelago of about 1000 BC to 1 BC.
Dong Son culture began to flourish in Indochina during the transition from the Neolithic period and later Mesolitik Megalithic period. Effect of Dong Son culture has also evolved toward the archipelago that became known as the Bronze culture
Dong Son culture as a whole can be expressed as the work of a particular group of Austronesian peoples settled on the coast of Annam, which develops between the 5th century until the 2nd century BC. Culture itself took the name of Dong Son site in Tanh hoa.
Dong Son society is a society of farmers and ranchers are reliable. They are skilled at growing rice, maintaining buffalo and pigs, as well as fishing. They apparently settled in the coastal ridge-ridge, protected from the dangers of flooding, the houses big stage with a curved roof and stretched wide emperannya shade. Besides farming, also known as Dong Son society sailors society, not only fishermen but also the sailors who sail the entire China Sea and part of the southern seas with a boat length.

Kamis, 03 Februari 2011

pendapatan per kapita

Per capita income (PCI) is the average income in a country's population. Income per capita is obtained from the distribution of national income of a country with a population of that country. Per capita income also reflects the GDP per capita.